*D Z I K I R*
Bagi orang yang belum mengikuti Tarekat tentu bertanya, apa itu Tarekat?. Mengapa orang harus berTarekat dan apa nikmatnya berTarekat?
Pertanyaan ini tidaklah mudah untuk dijawab. Sebab berkaitan dengan “rasa”, hati atau dalam bahasa kaum Suci (Sufi) disebut “Dzauq” (pengalaman batin).
Berbeza halnya dengan orang yang telah mengikuti atau mengamalkan Tarekat. Ketika ia mengamalkan ajaran Tarekat memiliki rasa nikmat, kebahagiaan dan ketentraman dalam dirinya.
Bahkan, kesempurnaan berTarekat seseorang ditandai kalau ia dapat merasakan bahawa berTarekat itu nikmat.
Kerananya, ia akan mengesampingkan (tidak menggunakan) segala kenikmatan duniawi untuk mencapai kenikmatan tersebut.
Kenikmatan berTarekat merupakan buah dari keImanan yang menancap (tertanam) kuat dalam dirinya melalui media (medium) Dzikrullah (mengingat ALLAH SWT) sebagai inti berTarekat.
Dalam Tarekat, Dzikrullah merupakan media (medium) yang diyakini paling efektif dan efisien (tepat guna) untuk menghantarkan (membawa) pengamalnya kepada tujuan tertinggi, iaini ALLAH.
Dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28, ALLAH SWT berfirman,
”(Iaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat ALLAH.
Ingatlah, hanya dengan mengingati ALLAH-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28).
Dalam kitabnya berjudul Al-Wabil Ash-Shayyib, Syaikh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan,
Bahawa di antara faidah Dzikir adalah dapat mendatangkan kebahagiaan, kegembiraan, dan kelapangan bagi orang yang melakukannya, serta dapat melahirkan ketenangan dan ketenteraman di dalam hati orang yang melakukannya.
Makna firman ALLAH “dan hati mereka tenteram” adalah hilangnya segala sesuatu (yang berkaitan dengan) kegelisahan dan kegundahan dari dalam hati.
Dan Dzikir tersebut akan menggantikannya dengan rasa kenikmatan, keharmonisan (ketentraman), kebahagiaan, dan kelapangan.
Selanjutnya, yang maksud dalam firman-NYA
“Hanya dengan mengingati ALLAH-lah hati menjadi tenteram”
Adalah sudah nyata, dan sudah sepantasnya hati (manusia) tidak akan pernah merasakan ketentraman, kecuali dengan Dzikir (mengingat) ALLAH.
Bahkan, sesungguhnya Dzikir adalah *penghidup hati yang hakiki*. *Dzikir merupakan makanan pokok (utama) bagi hati dan ruh*.
Apabila (jiwa) seseorang kehilangan Dzikir ini, maka ia hanya bagaikan selonggok jasad (daging dan tulang) yang jiwanya telah kehilangan makanan pokoknya (utama).
Sehingga tidak ada kehidupan yang hakiki bagi sebuah hati, melainkan dengan Dzikrullah (mengingat ALLAH).
Wallahu A'lam Bishawab
Terimakasih.
-Syeikh Muhammad Syahrum Alfan-