Tausiyah : Agama Islam dengan semua ajarannya (Al-Qur'an dan As-Sunnah) itu harus kita kerjakan (lakukan) dengan praktekan, do it now untuk seterusnya.Amalkan!

 

Dan apa-apa yang kita sampaikan adalah yang sudah kita kerjakan dulu maka barulah kita sampaikan.

Tidak disangsikan lagi bahawa banyak yang terjadi adanya perbedaan antara kata dan kenyataan perbuatan adalah salah satu hal yang sangat berbahaya.

Itulah sebab datangnya murka ALLAH sebagaimana firman-NYA surat Shaff ayat 2 dan 3:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi ALLAH bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Shaff: 2-3)

ALLAH juga mencela perilaku Bani Israil dengan firman-NYA,

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلا تَعْقِلُونَ

“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berfikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Terdapat dalam hadits.

Dari Usamah, aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,

“Akan didatangkan seorang pada hari kiamat lalu dicampakkan ke dalam neraka. Di dalam neraka orang tersebut berputar-putar sebagaimana keledai berputar mengelilingi mesin penumbuk gandum. Banyak penduduk neraka yang mengelilingi orang tersebut lalu berkata,

‘Wahai Fulan, bukankah engkau dahulu sering memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran?’

Orang tersebut menjawab,

‘Sungguh dulu aku sering memerintahkan kebaikan namun aku tidak melaksanakannya. Sebaliknya aku juga melarang kemungkaran tapi aku menerjangnya.'” (HR. Bukhari dan Muslim)

Berkaitan dengan para penceramah, da'i dan mubaligh dan sesiapa sahaja bahkan terdapat hadits khusus dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda,

“Saat malam Isra’ Mi’raj aku melintasi sekelompok orang yang bibirnya digunting dengan gunting dari api neraka.” “Siapakah mereka”, tanyaku kepada Jibril.

Jibril mengatakan,

“mereka adalah orang-orang yang dulunya menjadi penceramah ketika di dunia. Mereka sering memerintahkan orang lain melakukan kebaikan tapi mereka lupakan diri mereka sendiri padahal mereka membaca firman-firman ALLAH, tidakkah mereka berfikir?”

(HR. Ahmad, Abu Nu’aim dan Abu Ya’la. Menurut Al-Haitsami salah satu sanad dalam riwayat Abu Ya’la para perawinya adalah para perawi yang digunakan dalam kitab shahih)

Dalil-dalil di atas menunjukkan pengingkaran keras terhadap orang yang punya ilmu tapi tidak mengamalkan (mengerjakan) ilmunya.

Inilah salah satu sifat orang-orang Yahudi yang dicap sebagai orang-orang yang mendapatkan murka ALLAH disebabkan mereka berilmu namun tidak beramal / berbuat yang sesuai.

Oleh karena itu, Ibnu Qudamah mengatakan,

“Ketika berkhutbah seorang khatib dianjurkan untuk turut meresapi apa yang dia nasihatkan kepada banyak orang.” (Al-Mughni, 3/180)

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu 'Anhu mengatakan,

“Duhai orang-orang yang memiliki ilmu amalkanlah ilmu kalian. Orang yang berilmu secara hakiki hanyalah orang yang mengamalkan ilmu yang dia miliki sehingga amalnya selaras dengan ilmunya. Suatu saat nanti akan muncul banyak orang yang memiliki ilmu namun ilmu tersebut tidaklah melebihi kerongkongannya sampai-sampai ada seorang yang marah terhadap muridnya karena ngaji kepada guru yang lain.”
(Al-Adab Asy-Syar’iyyah, 2/53)

Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu mengatakan,

“Tanda kebodohan itu ada tiga; pertama mengagumi diri sendiri, kedua banyak bicara dalam hal yang tidak manfaat, ketiga melarang sesuatu namun melanggarnya. (Jami’ Bayan Al-Ilmi wa Fadhlih, 1/143)

Tuan Guru Syeikh Muhammad Syahrum Alfan