Menurut Imam Al-Ghazali, adz-dzauq merupakan kehadiran hati (hudhur al-qalb) ketika salik berDzikir kepada ALLAH secara kontinyu (terus-menerus).
Dzauq merupakan tahapan hal atau al-ahwal (kondisi spiritual) pertama dalam pengalaman pengungkapan diri ALLAH (tajalli).
Sedangkan al-ahwal (kondisi spiritual), menurut Abu Nashr As-Sarraj merupakan suatu kejernihan Dzikir yang bertempat dalam hati atau hati berada dalam kejernihan Dzikir.
Menurut Al-Junaid Al-Baghdadi, hal atau al-ahwal terjadi secara mendadak yang bertempat pada hati yang jernih dan tidak bisa terjadi secara terus menerus.
Al-Junaid menyebut hal atau al-ahwal merupakan buah Dzikir secara samar (khafi). Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
“Sebaik-baik Dzikir ialah Dzikir khafi (dilakukan secara samar).”
(HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Uwanah dan Al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA)
Abu Sulaiman Ad-Darani bercerita, jika bermuamalah dengan ALLAH SWT telah menembus hati, anggota tubuh akan terasa nyaman dan ringan.
Dalam kitab Al-Luma’, Abu Nashr As-Sarraj menjelaskan perkataan Abu Sulaiman yang mengandung dua pengertian:
Pertama, yang dimaksud terasa ringan adalah ringan dari kegiatan-kegiatan perjuangan spiritual (mujahadah), apabila ia disibukkan menjaga hati dan melindungi rahasia hati dari segala bersitan(jeritan/pengutaraan) dan fikiran jelek yang hanya membawa hati lupa mengingat ALLAH.
Kedua, memungkinkan terus bermujahadah, melakukan amal-amal saleh dan ibadah-ibadah lain. Semuanya menjadi kebiasaan, sehingga dapat merasa kelezatan dan menemukan manisnya Dzikir. Sehingga letih dan rasa capek (penat) hilang kerana kalah terserap dengan kelezatan Dzikir.
Wallahu A'lam Bishawab.
Terimakasih.